Category Archives: BERITA

Perokok Uji Pergub Kawasan Dilarang Merokok

Pemohon juga menguji Perma yang menyatakan jangka waktu peraturan perundang-undangan bisa diuji ke MA adalah 180 hari sejak diterbitkan.

Niat Gubernur DKI Jakarta mengendalikan penggunaan rokok ternyata cukup serius. Dua peraturan gubernur (pergub) dalam kurun waktu lima tahun menjadi bukti keseriusan itu. Pergub pertama bernomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Lalu, muncul Pergub No 88 Tahun 2010 sebagai penggantinya.

Pasal 18, setelah diubah, berbunyi Tempat khusus merokok harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. terpisah secara fisik dan terletak di luar gedung dan; b. tidak berdekatan dengan pintu keluar masuk gedung.

Namun, tak semua warga DKI Jakarta setuju dengan aturan ini. Salah satunya adalah Ariyadi. Berbeda dengan perokok lain yang hanya menggerutu, warga Kampung Kramat, Cipayung, Jakarta Timur ini menggunakan langkah hukum. Ia mengajukan judicial review Pasal 18 Pergub DKI Jakarta itu ke Mahkamah Agung (MA).

“Hari ini, Tim Advokasi Hak Rakyat (TAHR) mendaftarkan permohonan  uji materiil terhadap Pergub DKI Jakarta No 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilaranng Merokok. Uji materi ini kami ajukan karena kami melihat bahwa Pergub ini telah melanggar Hak Asasi Manusia para perokok,” sebut kuasa hukum pemohon, Habiburokhman, melalui pesan yang diterima hukumonline, Kamis (13/1).

Dalam permohonannya, pemohon menilai sebagai seorang perokok dan warga DKI Jakarta berhak merokok tanpa dibatasi oleh waktu. Selain itu, pemohon juga merasa berhak untuk dapat merokok di dalam gedung tempat kerja dan di tempat umum tanpa mengurangi hak-hak warga lain yang non-perokok, yaitu dengan ruangan khusus.

Sekedar mengingatkan, dalam Pergub yang lama memang dikenal ruang khusus bagi perokok dalam sebuah gedung. Pengelola gedung wajib menyediakan ruangan ini. Namun, aturan ini akhirnya dinilai tak efektif. Karenanya, Pergub yang terbaru ini menegaskan para orang yang ingin merokok harus benar-benar berada di luar gedung.

Pemohon menilai aturan yang menyatakan tempat khusus merokok harus berada di luar gedung adalah ketentuan yang sangat mengada-ada. Ketentuan ini dinilai sangat menyulitkan pemohon untuk melakukan aktivitas di tempat umum dan di tempat kerja. Ia meminta, sebaiknya, diberlakukan saja aturan yang lama.

“Bahwa ketentuan Pasal 18 Pergub DKI No 75 Tahun 2005 sudah cukup melindungi hak orang yang bukan perokok untuk menikmati udara yang terbebas dari asap rokok dan sekaligus juga melindungi hak perokok untuk merokok di tempat khusus merokok,” jelasnya dalam permohonan.

Pemohon menilai dengan adanya Pergub yang baru ini hak perokok di Jakarta semakin dipersempit. “Seperti pesakitan, para perokok diusir dari dalam gedung,” sebutnya.

Lebih lanjut, pemohon menilai aturan itu melanggar Pasal 23 Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Pimpinan atau penanggungjawab tempat umum dan tempat kerja yang menyediakan tempat khusus untuk merokok harus menyediakan alat penghisap udara sehingga tidak menggangu kesehatan bagi yang tidak merokok. Selain itu, aturan ini juga dinilai melanggar hak asasi manusia.

Muhammad Joni, dari Indonesian Lawyer Community on Tobacco Control, mengaku tak akan diam dengan judicial review ini. “Kami akan intervensi,” ujarnya. Ia mengatakan akan berusaha sekuat tenaga mempertahankan Pergub ini, dengan mengajukan diri sebagai pihak ketiga.

Menurut Joni, alasan hak asasi manusia yang digunakan oleh para perokok itu sangat mengada-ada. “Rokok itu bukan hak asasi manusia. HAM itu kan tidak boleh melanggar HAM orang lain, yakni orang yang tidak merokok,” ujarnya kepada hukumonline, Jumat (14/1)

Peraturan MA

Judicial review terhadap Pergub tentang Kawasan Dilarang Merokok ini masih mengalami hambatan. Pemohon menyadari bahwa ia bisa terhambat dengan Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji Materiil. Intinya, permohonan judicial review hanya bisa diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak peraturan perundang-undangan itu ditetapkan.

Sayangnya, usia Pergub No 88 Tahun 2010 ini telah lewat dari 180 hari. Pergub ini ditetapkan pada 13 April 2010 yang lalu. Namun, pemohon tak habis akal. Dalam permohonan yang sama, ia juga menguji Pasal 2 ayat (4) Perma yang membatasi 180 hari pengajuan judicial review ini.

Pemohon menilai, meski ditetapkan pada 13 April 2010, Pergub ini baru disosialisasikan menjelang 1 November 2010. Karenanya, tenggang waktu 180 hari dinilai tidak tepat. Kasus ini sering terjadi dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Perma No 1 Tahun 2004 ini dinilai bertentangan, salah satunya, dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Ketentuan ini berbunyi Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Leave a comment

Filed under BERITA

Jaksa Perkara Bahasyim akan Diperiksa

Jaksa berdalih hanya diberi waktu dua hari untuk menyusun rekuisitor
Pembacaan rekuisitor penuntut umum dalam perkara Bahasyim Assifie sudah tiga kali ditunda. Akibatnya, majelis hakim yang menangani perkara ini berang. Jaksa yang menangani perkara ini, Fachrizal, harus bersiap menjelaskan penundaan itu kepada petinggi Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung Muda Pengawasan, Marwan Effendi, mengatakan pada dasarnya penundaan terus menerus semacam itu tidak dapat dibenarkan. Penundaan tiga kali mengindikasikan kurangnya pengawasan melekat. “Itu tidak dibenarkan menunda tuntutan,” ujarnya, Kamis (13/1).
Marwan menduga pengawasan melekat dari atasan kurang. Jika pengawasan melekat dilakukan sejak awal, kasus seperti ini tidak akan terjadi. Paling tidak, bisa meminimalisir frekuensi penundaan. Dalam konteks itu, Marwan mengancam akan melakukan pengawasan fungsional kepada seluruh jaksa yang menangani perkara bahasyim di PN Jakarta Selatan. “Sekarang pengawasan fungsional bertindak,” ujarnya.
Marwan mengaku sudah memerintahkan Inspektur Pidana Khusus untuk memeriksa seluruh anggota tim penuntut umum. Pemeriksaan bukan berarti Fachrizal dan kawan-kawan salah. Pemeriksaan itu bisa juga mengkonfirmasi sebab-sebab penundaan. “Saya sudah perintakan Inspektur Pidsus memeriksa jaksa yang bersangkutan,” kata mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur itu.
Sementara itu, Fachrizal ditemui wartawan enggan berkomentar. Namun atasan Fachrizal yakni Direktur Penuntutan (Dirtut) pada Jampidsus Farid Haryanto menampik tak serius menangani perkara Bahasyim. Menurut dia, penuntut umum hanya diberikan kesempatan dua hari dalam menyelesaikan rencana tuntutan. Namun dia tidak menampik jika diberikan kesempatan waktu selama satu pekan untuk menyelesaikan, tentu akan rampung tanpa penundaan persidangan. “Karena dia (Fachrizal) bilang ditundanya dua hari. Kalau ditunda seminggu dia bisa ngerjain,” katanya.
Kendati begitu, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur ini memastikan pada senin pekan depan persidangan akan berjalan sesuai dengan yang diagendakan yakni pembacaan rekuisitor. Malahan, dia memastikan rentut yang disodorkan Fachrizal akan segera diteken. “Tapi senin dipastikan tidak akan ditunda lagi. Saya teken itu (rentut) hari Senin,” ujarnya.
Farid mengaku tak mengerti dengan pemeriksaan yang akan dilakukan Jamwas. Namun yang pasti, jelas dia pemeriksaan yang akan dilakukan Jamwas terhadap jaksa yang menangani perkara Bahasyim belum dapat dipastikan bersalah. Dengan kata lain, pemeriksaan bukan tidak mungkin hanya bersifat kroscek dengan penundaan dan hambatan yang dihadapi Fachrizal dkk.
Sebelumnya, pembacaan rekuisitor tertunda sebanyak tiga kali. Alasannya klasik, rentut urung rampung. Alhasil, Fachrizal kena semprot majelis hakim yang dipimpin Didik Setyohandono. “Kenapa hambatannya, apakah rentutnya belum sampai?” katanya.
Didik meminta penuntut umum agar serius menangani perkara Bahasyim. Malahan, Didik sempat mengkritik Fchrizal agar menyampaikan pesan ke pimpinan kejaksaan agar dapat menyelesaikan rentut. Setidaknya pimpinan kejaksaan dapat segera menandatangani rentut yang diajukan bawahannya. Dengan penundaan tiga kali, menurut Didik justru akan berdampak pada masa penahanan yang terbatas. “Tolong sampaikan ke pimpinan kejaksaan, ini kasus menyita perhatian publik,” pungkasnya.

Leave a comment

Filed under BERITA

Kemenkumham-Polri Bentuk Tim Gabungan Selidiki Paspor Palsu

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kepolisian Republik Indonesia memperkuat koordinasi. Langkah ini ditempuh setelah terungkap kasus paspor palsu atas nama Sony Laksono yang diduga digunakan Gayus Halomoan Tambunan.

 

Dalam rangka penguatan koordinasi itu, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengadakan pertemuan dengan Kapolri Timur Pradopo. Secara khusus, pertemuan membahas penanganan kasus paspor palsu. “Kami memang sepakat melanjutkan tim bersama antara Polri dan Kementerian Hukum,” kata Patrialis Akbar di gedung Kemenkumham Jakarta, Jumat (14/1).

 

Sejauh ini polisi sudah menahan orang yang diduga punya kaitan langsung dengan pembuatan paspor. Patrialis sendiri meyakini paspor itu dibuat di luar kantor imigrasi.

 

Menurut Patrialis, Tim Gabungan bertugas untuk mengungkap secara tuntas kasus-kasus yang berkaitan dengan pemalsuan paspor. Awal penyelidikan terhadap paspor palsu atas nama Sony Laksono merupakan pintu untuk membongkar kasus-kasus besar lainnya. “Oleh karena itu melanjutkan hasil kesepakatan di Mahkumkjakpol terutama antara Kemenkumham dan Polri kami bertekad bersama untuk membongkar semua jaringan-jaringan (paspor palsu) itu,” tutur politisi dari PAN ini.

 

Selain ingin membongkar sindikat paspor palsu, Tim Gabungan, kata Patrialis, akan menelusuri pihak-pihak yang diduga punya masalah dengan paspor. Misalnya, warga negara asing yang memiliki izin tinggal sementaranya bermasalah dan izin kerjanya juga tidak jelas. Maka itu, penyelidikan paspor palsu berkaitan dengan masalah yang ditimbulkan dari pembuatan paspor itu sendiri.

 

Sejak kasus paspor palsu mencuat sepekan terakhir, Kemenkumham mengaku belum mengetahui asal paspor atas nama Sony Laksono dibuat. Menurut Patrialis, hingga kini penyelidikan pembuatan paspor tersebut masih dilakukan, bekerjasama dengan Polri. “Kami punya 118 kantor imigrasi, jaringannya tidak satupun ditemukan itu. Bahkan di tempat-tempat yang kita curigai selama ini. Kami sudah jalan ke sana tapi belum ditemukan,” tandasnya.

 

Meski begitu, ia menegaskan akan ada sanksi tegas dari Kemenkumham apabila ada pegawainya yang terlibat dalam pembuatan paspor tersebut. Menurutnya, sanksi yang akan diberikan akan dimasukkan ke dalam kesalahan masing-masing pihak. “Bagi yang terlibat pidana, pertanggungjawaban pidana. Bagi yang terlibat administratif, pertanggungjawaban administratif,” ujarnya.

 

Hal senada juga dikatakan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Ito Sumardi. Menurutnya, koordinasi dengan Kemenkumham merupakan pengembangan penyelidikan. Terkait penyelidikan mengenai paspor palsu, Ito menegaskan sudah dilakukan pihaknya semenjak masalah paspor palsu mencuat. “Ini (tim) sudah berjalan sejak Gayus ke luar negeri, ditemukan identitas dan semoga mendapatkan hal-hal positif,” tandasnya.

 

Rencananya, selain membahas mengenai paspor, Tim Gabungan akan membahas masalah mafia pajak. Menurut Ito, pembahasan dilakukan karena kasus Gayus tersebut melibatkan beberapa pegawai di sejumlah instansi negara. Maka itu, pihaknya juga melakukan kerjasama dengan beberapa instansi lain terkait kasus ini. Diantaranya adalah, KPK, PPATK dan Dirjen Pajak.

 

“Kemudian di sini menunjukkan bahwa memang ada sistim kelemahan yang harus kita akui yang menyebabkan dimanfaatkan oleh yang bersangkutan, sekarang kan upaya yang sangat serius tentunya dari semua lembaga hukum untuk memperbaiki sistem. Sehingga tidak akan terjadi lagi di masa mendatang. Inilah kita memerlukan kerjasama dengan instansi terkait,” katanya.

 

Mengenai keterlibatan pengusaha berinisial HS dalam pembuatan paspor palsu, Ito enggan bicara banyak. Menurutnya, benar tidaknya keterlibatan pengusaha tersebut masih diselidiki. “Belum tahu, masih penyelidikan. Itu kan masih katanya Gayus, Kalau katanya Gayus, itu kan harus kita cari kaitannya bukti-buktinya dahulu,” ujarnya.

 

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, penanganan kasus Gayus masih berjalan. KPK melibatkan kerjasama dengan pihak Kepolisian. Pekan depan KPK akan mengembangkan penelusuran pencarian data dan informasi mengenai kasus Gayus ke Kementerian Keuangan dan PPATK. “Kita harap pertemuan minggu depan itu ada titik terang terkait pengungkapan kasus gayus,” pungkasnya.

Leave a comment

Filed under BERITA

Kemenkumham Keukeuh Berikan Ayin Pembebasan Bersyarat

Pihak Kementerian Hukum dan HAM tampaknya sudah bulat memberikan pembebasan bersyarat kepada ‘ratu suap’ Artalyta Suryani alias Ayin. Kalau tak ada aral merintang, pada 27 Januari mendatang Ayin bisa keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang (Lapas).

 

Demikian disampaikan Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Banten (Kakanwil) Poppy Pudjiaswati kepada wartawan di Gedung Kemenkumham Jakarta, Rabu (12/1).

 

Berdasarkan hitungan petugas Lapas, pada 27 Januari mendatang Ayin sudah menjalani dua pertiga masa hukumannya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. “Biar orang-orang berkata apa saja. Tapi kita selaku petugas tetap menerapkan peraturan yang berlaku,” kata Poppy.

 

Lebih jauh Poppy mengaku tak mempermasalahkan kasus fasilitas mewah di ruangan Ayin di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur beberapa waktu lalu. “Pada saat dia di Pondok Bambu, memang bermasalah. Setelah dia dipindah ke Lapas Tangerang, ternyata dia berkelakuan baik. Justru bermanfaat bagi warga binaan yang lain. Apakah satu kesalahan harus seumur hidup ditanamkan, orang itu dicap bersalah seumur hidup? Nggak kan?” tuturnya.

 

Di tempat yang sama Kalapas Tangerang Etty Nurbaeti berusaha meyakinkan bahwa Ayin memang pantas mendapat pembebasan bersyarat. Sebab Ayin dianggap berkelakuan baik saat berada di Lapas. Bahkan Ayin mengikuti serangkaian program pembinaan yang diadakan Lapas seperti, pembinaan agama, kesenian, olahraga dan pendidikan umum.

 

Selain itu, lanjut Etty, Ayin juga aktif memberikan pelajaran bahasa inggris dan bahasa mandarin kepada warga binaan yang lain serta kerap menjadi tokoh di perpusatakaan Lapas. Semua aktivitas Ayin ini dinilai oleh Tim Penilai dari Lapas. “Nilai-nilai itu yang kemudian disidangkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP), bagaimana pembinaan sudah dilaksanakan,” kata Etty.

 

Inspektur Jenderal Kemenkumham Sam L Tobing memastikan tak ada ‘permainan’ dalam pemberian pembebasan bersyarat kepada Ayin. “Kami tidak berani main-main. Apalagi kasus yang menarik perhatian masyarakat. Gila apa, bermain-main dengan kasus yang semua orang mencium? Kita tidak akan berani. Tapi kalau untuk penegakkan hukum, ayo. Kami tidak takut apapun. Asal ada dasarnya,” ujarnya sambil menyatakan bahwa pembebasan bersyarat adalah hak setiap narapidana.

 

Kemarin, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar juga sudah menyebutkan soal pembebasan bersyarat Ayin pada 27 Januari nanti. “Itu sesuai jadwal yang tanpa dikurangi remisi.”

 

Jika pihak Kemenkumham ramai-ramai mendukung pemberian pembebasan bersyarat kepada Ayin, tidak demikian dengan Komisi Pembebasan Korupsi. Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, pemberian pembebasan bersyarat kepada koruptor harus dilakukan secara hati-hati. Menurut dia, pemberian pembebasan bersyarat kepada koruptor yang sedang menjalani hukuman tanpa kajian mendalam terlebih dahulu bisa melukai rasa keadilan di masyarakat.

 

“Ya sebaiknya dipertimbangkan dengan masak. Jangan sampai melukai rasa keadilan masyarakat yang sudah mengalami korban pemiskinan oleh korupsi,” tutur Busyro di Gedung KPK Jakarta, Rabu (12/1).

 

Ia mencontohkan, pemberian pembebasan bersyarat kepada koruptor baru bisa dilakukan apabila si terpidana benar-benar sakit keras. “Itu (pembebasan bersyarat, red) harus ada perhatian khusus. Prinsipnya tidak, kecuali dalam keadaan tertentu misalnya sakit keras. Kalau enggak, janganlah,” ujar mantan Ketua Komisi Yudisial ini.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No: M.01-PK.04.10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas menjelaskan, pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas harus bermanfaat bagi pribadi dan keluarga narapidana serta tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat.

 

Dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf f disebutkan, untuk pembebasan bersyarat, narapidana telah menjalani 2/3 dari masa pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi dihitung sejak tanggal putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dengan ketentuan 2/3 tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.

 

Dalam Pasal 12 Kepmen yang sama, tertulis mengenai tata cara dalam pemberian pembebasan bersyarat. Yakni, TPP Lapas setelah mendengar pendapat anggota tim serta mempelajari laporan Litmas dari Bapas mengusulkan kepada Kepala Lapas yang dituangkan dalam formulir yang telah ditetapkan. Ujungnya, keputusan memberikan pembebasan bersyarat ada di tangan Dirjen Pemasyarakatan atas nama menteri.

Leave a comment

Filed under BERITA

MK Hapus Syarat Kuorum Hak Menyatakan Pendapat

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 184 ayat (4) UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang diajukan sejumlah anggota DPR. Pasal itu mengatur tentang syarat kuorum hak menyatakan pendapat yang dimiliki DPR.

“Menyatakan Pasal 184 ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan mengikat,” ucap Ketua Majelis  Moh Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (12/1).

Seperti diketahui, beberapa anggota DPR di antaranya Lily Hadidjah Wahid, Bambang Soesatyo, dan Akbar Faizal mengajukan uji materi Pasal 184 ayat (4) UU MD3. Pasal itu menentukan hak menyatakan pendapat harus mendapat persetujuan ¾ dari jumlah keseluruhan anggota DPR dalam rapat paripurna DPR dan keputusannya minimal ¾ dari jumlah anggota  DPR yang hadir.

Pasal itu dianggap bertentangan dengan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan usul pemberhentian presiden dan wakil presiden ke MK harus memperoleh 2/3 dukungan dari jumlah anggota DPR yang hadir. Pasal 184 ayat (4) dinilai memunculkan penambahan syarat kuorum dari 2/3 menjadi ¾ karena akan lebih mempersulit pelaksanaan hak menyatakan pendapat khususnya hak usul pemberhentian presiden dan wakil presiden ke MK.

Mahkamah menyatakan Pasal 184 ayat (4) UU MD3 mengatur semua jenis hak menyatakan pendapat baik berdasarkan Pasal 20A UUD 1945 (lex generalis) maupun Pasal 7A dan Pasal 7B UUD 1945 (lex specialis). Semua jenis hak itu mencakup hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah, kejadian luar biasa, tindak lanjut hak interpelasi dan hak angket, serta dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum.

“Pasal 184 ayat (4) UU MD3 khusus terkait usul menyatakan pendapat mengenai dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden tidak sejalan dengan maksud dan semangat konstitusi,” tutur Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva.

Menurut Mahkamah, memperberat syarat penggunaan hak menyatakan pendapat DPR dengan menentukan syarat quorum maupun syarat persetujuan keputusan DPR, paling sedikit ¾ kehadiran dan persetujuan ¾ anggota yang hadir, mempersulit pelaksanaan hak dan kewenangan konstitusional DPR.

Aturan itu mengakibatkan tidak efektifnya DPR melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Presiden, sehingga tidak sejalan dengan sistem checks and balances yang dianut dalam UUD 1945. “Aturan itu dapat berakibat terjadinya pelanggaran dalam proses kontrol terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang merupakan pelemahan terhadap demokrasi,” kata Hamdan.

Karena itu, syarat pengambilan keputusan DPR untuk usul menggunakan hak menyatakan pendapat mengenai dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum tidak boleh melebihi batas persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Bahkan, tingkat usul penggunaan hak menyatakan pendapat, persyaratan pengambilan keputusan DPR harus lebih ringan dari persyaratan yang ditentukan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945.

“Jenis hak menyatakan pendapat atas kebijakan Pemerintah, kejadian luar biasa, dan tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket harus lebih ringan daripada persyaratan pendapat DPR terkait pengajuan permintaan DPR kepada MK yang berhubungan dengan proses pemberhentian Presiden sesuai Pasal 7B ayat (3) UUD 1945,” tuturnya.

Karena itu, ketentuan persyaratan pengambilan keputusan mengenai usul penggunaan hak menyatakan pendapat  berlaku ketentuan mayoritas sederhana untuk jenis hak menyatakan pendapat yang bersifat umum sesuai pelaksanaan Pasal 20A UUD 1945.

Kuasa hukum pemohon, Maqdir Ismail menyambut baik putusan ini. Ia mengatakan adanya putusan tersebut akan lebih mempermudah persyaratan kuorum anggota DPR menggunakan hak menyatakan pendapat.

“Untuk hal-hal tertentu, ini (penggunaan hak menyatakan pendapat) berlaku suara mayoritas minimum. Ini kita artikan tidak hanya syarat 2/3, tetapi bisa berlaku syarat 50 persen plus 1,” kata Maqdir usai sidang pembacaan putusan.

Menurut Maqdir, dengan adanya putusan ini proses usul hak DPR untuk impeachment (pemakzulan) Presiden dan atau Wakil Presiden ke MK kembali ke Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Sebab, selama ini UU MD3 seolah-olah melindungi pemerintah dari proses impeachment lewat keberadaan Pasal 184 ayat (4) UU MD3.

 

5 Comments

Filed under BERITA